Chapter 7:

Kencan Pertama: Arji x Luna (Bagian 1)

The Triple Date


KAMPRET, ujar Luna dan Arji dipikiran.

Lima menit sebelum kencan buta dimulai, Arji, Bimo, dan Joko berkumpul bersama dan membentuk rencana sama halnya dengan Miya, Luna, dan Ruko.

"Cuk, gua pilih kertas ya", seru Arji.
Joko menatap temannya dengan muka datar, "Serius nih?"
Arji merespon, "Serius! Pikirlah begini. Cewe jutek itu tuh pasti pilihnya batu, mana mungkin pilih kertas."
Bimo berseru, "Kamu nggak mau ikutan instingnya Joko, Ji. Dia selalu bener loh."
Arji dengan percaya diri berseru, "Gua yakin, Bim. Kalian pilihlah terserah kalian, yang penting gua kertas."

Dilingkaran lain, Luna pun berkata, "Miy, Ruk. Aku pilih kertas ya!"
Miya berseru, "Huh? Kok gitu. Aku mau kertas."
Luna berpendapat, "Sorry Miy. Aku gak mau aja kencan cowo narsis kaya dia gitu. Aku yakin dia bakal pilih batu."
Ruko menyela, "Loh, loh. Kok bisa berkonklusi gitu?"
Luna kembali berpendapat, "Ya pastilah. Dia tuh narsis, nggak mungkin dia nggak pilih batu."
Ruko dan Miya melihat satu sama lain dan menghela nafas. Miya berseru, "Oke deh, aku pilih gunting aja."
Sedangkan Ruko berseru, "Ya sudahlah terserah kamu, aku ambil batu."

Itulah kejadian lima menit sebelum mereka berdua berada di situasi ini.
Sekarang sekitar pukul sembilan pagi, Luna dan Arji berjalan menuju lantai satu untuk mengambil perlengkapan bersih di ruang utiliti.
Arji berseru, "Heh, gua ngerasain aura marah lu. Bisa nggak sih nggak natap gua dari belakang gua kaya gitu."

Luna bergeming dan berjalan dengan menatap Arji sedang marah. Arji melanjutkan, "Ya, salah sendiri. Gua udah ganti pilihan awal biar nggak samaan kaya elu. Elunya malah ganti juga."
Luna tetap bergeming, tidak mengucapkan kata sedikit pun.

Arji, yang berada di depan Luna, berjalan sambil mengangkat tanganya ke belakang kepalanya. Dia berseru, "Luna. Bisa nggak sih. Serius ini. Badan gua nggak bisa berhenti gemetaran."
Luna tetap bergeming.

Sesampainya di lantai satu, Arji dan Luna bertemu dengan seseorang.
"Weh, Sijay. Baru dateng lu!"
Sijay menatap Arji dan berseru dengan suara kecil, "Ah, Arji."
Arji berlari mendekati temannya, dan disaat itu juga Luna mengganti raut wajahnya menjadi penasaran.

Tanpa basa-basi Arji merangkul Sijay dan memperkenalkannya kepada Luna, "Lun, ini Christopher Jonathan, kelas Mipa A, sekelas gue dan Miya. Biasa dipanggil Sijay. Jay ini Sirluna Wirlanjueng, biasa dipanggil Luna, kelas Mipa C. Dia pacar..."
Aura Luna langsung meluap-luap, dan membuat Sijay dan Arji menggigil. Kondisi ini membuat Arji menarik kata-katanya dan berseru, "Maksudnya... dia itu kenalan gue di klub."
Sijay masih menggigil berseru, "Ja... jadi kamu akhirnya buat klub juga, JI."
Arji berbisik dengan Sijay, "Secara tidak sengaja."
Sijay menatap Arji dan bertanya dengan suara yang kecil, "Tidak sengaja?"

Tanpa memperjelas lebih lanjut, Arji berjalan menuju ruang utiliti dan berkata, "Udahlah nanti lagi kita ngobrolinnya. Sekarang gua lagi ada kerjaan sama Luna. Ayo Luna."
Sijay melihat Arji yang berjalan menjauhinya dan ia berkata, "Napa dah tuh anak?"
Sijay ingin berjalan ke klubnya, tetapi dengan tidak sadar, Luna tepat berada didepannya. Ia berteriak, "Uwaaa!"

Luna bertanya pada Sijay, "Jawab dengan jujur! Arji dikelas tuh bagaimana perilakunya?"
Sijay dengan malu menjawab, "Aku jarang... berbicara... dengan dia. Kami hanya... teman sekali kelompok..."
Luna menghela nafasnya dan membalas, "Kamu memang di kelas ngapain aja?"
Sijay menjawab dengan tersendat-sendat, "Aku... jarang... meratiin pelajaran atau pun temen kelas..."
Muka Luna semakin kesel, dan Sijay semakin takut, namun ia terus berucap, "Aku... orang... kloset. Aku nggak suka dideketin orang."

Luna kaget atas pernyataan Sijay dan ia pun bertanya, "Kamu memang ikut klub apa?"
Sijay membalas, "Wi... wibu", dengan mata tertutup.
Mata Luna berkilau-kilau dan dia pun memegang tangan kanan Sijay dengan kedua tangannya. Jiwa Sijay terasa seperti ingin keluar dari tubuhnya, tetapi apa yang Luna akan ucap mengubah perasaan Sijay.
"Kamu nggak usah takut ekspresiin kesukaanmu. Pasti ada seseorang yang mengerti kamu."

Tanpa diduga Luna baru saja menanamkan konflik. Konflik yang akan berbuah besar nanti.
"Yo, Luna! Lu ngapain sih? Bukannya mau buru-buru", seru Arji dari kejauhan.
"Cih. Iya, iya. Aku jalan ini", Luna melepas tangannya dari Sijay, tetapi Sijay tidak bisa melepaskan pandangannya dari Luna.

Luna berlari dan berhenti di depan ruang utiliti. Arji keluar dari ruangan itu dan berucap, "Lu baru nyampe?"
Dengan kesal, Luna menjawab, "Napa sih? Terus tadi apaan dah? Kenapa tiba-tiba kenalin dia ke aku?"
Arji senyum dan menjawab, "Lu seharusnya udah tahu jawabannya."
"Huh?"
"Lah? Tadi lu nggak tanya dia klub apa?"
Saat mendengar pertanyaan itu, Luna langsung sadar dia baru saja melakukan sesuatu yang seharusnya dia tidak lakukan.

Luna membatu dengan wajah merah dan asap keluar dari kepalanya. Arji menyaksikan kejadian tersebut dan mengatakan, "Lu nggak sadar udah nyebar rahasia lu sendiri ya? Wow, ternyata yang dibilang Joko bener, huh? Kamu suka yang berbau jepang?"
Muka Luna tetap merah tetapi bukan merah malu melainkan marah. Ia menghampiri Arji dan Arji berbicara, "Weh, weh, sabar napa ya! Kok salah gue?"
Dengan kedua tangan, Luna mencengkam kerah baju Arji dan mengeluarkan aura yang sangat dahsyat.

Aura itu tidak hanya membuat Arji ketakutan tapi barang-barang kecil disekitar mulai bergerak seperti ada gempa kecil. Di dahi Luna nampak dua urat berbentuk plus dan ia pun berteriak, "AAAAARRRJIIIIIIII".

Suara teriakan tersebut membuat salah satu satpam yang berjaga pada hari itu bergegas menghampiri Arji dan Luna. Petugas itu pun berseru, "Walahe, walahe, ada apa ini? Pagi-pagi kok ribut?"
Walau masih berada di posisi dimana Luna menarik kerah baju Arji, Arji berseru, "Eh Pak Kubo. Pagi pak! Maaf ya, bangunin bapak. Hehe saya sama temen saya cuman abis... beragumen saja. Bapak santai aja pak, kami nggak bakal berisik lagi."
Pak Kubo menggarukan kepalanya, bingung. Tetapi dia tetap memutuskan untuk percaya Arji, "Yowes lah. Apapun itu tolong jangan ribut ya. Bapak ini udah tua jangan lah kalian bikin bapak harus bertindak", Pak Kubo pun kembali ke ruangannya.
"Siap pak. Sekali lagi maaf ya", jawab Arji yang masih diposisi yang sama.

Setelah beberapa menit kemudian, Luna pun menutup mukanya dan jongkok didepan ruang utiliti. Dia merasa seperti orang bodoh karena sudah mebeberkan rahasia besarnya.
Arji berdiri disamping Luna sambil bersender ditembok dan memasukan kedua tangannya ke kedua kantong celana panjangnya.

"Yang sudah terjadi, sudah terjadi. Kamu yang salah loh ya", Arji mecoba untuk menenangkan Luna tetapi ujarannya terdengar seperti ejekan.
"Kamu itu blak-blakan bisa nggak sih di waktu yang tepat?" Seru Luna.
"Ya maap. Tapi serius Lun, memangnya kenapa lu harus sembunyi-sembunyi suka kayak gituan?" Tanya Arji dengan serius.
Luna tidak membalas karena masih kesal.
"Lu berhak menyukai apa aja, Lun. Nggak ada batasannya kok. Plus, santai aja soal Sijay. Dia orangnya pendiam juga kok."
Luna berdiri dari posisinya dan membuat Arji kaget. Luna dengan lantang bertanya, "Aku baru sadar sesuatu."
"Hm?"
"Joko menyatakan kalo kalian ingin mencari teman kan? Lalu teman-teman sekelas kalian, seperti Sijay itu siapa?"

Mendengar pertanyaan itu, Arji langsung menggunakan wajah serius dan menjawab, "Jangan samakan Sijay dengan Joko dan Bimo. Mereka itu lebih seperti sahabat daripada teman."
Jawaban yang dilontarkan Arji dengan wajahnya yang serius membuat Luna terkejut bahkan membuatnya semakin bertanya-tanya.

Skill revealed;
Luna: Aura of Wrath (Aura Bergeming/Aura Muak)
Aura yang membara ini dapat membuat seseorang yang berinteraksi dengan penggunanya ketakutan, dunia sekitar bergetar bahkan orang yang menerimanya dapat melihat halusinasi neraka. Pengguna skill ini memiliki tanda yang menandakan seberapa marah dirinya dan kekuatan yang dikeluarkan.

MyAnimeList iconMyAnimeList icon