Chapter 9:
The Triple Date
"Uwaaa, kita bakal jadi pasangan nih", seru Miya setelah permainan suit.
"Hehe, iya nih", seru Joko membalas
"Tidaaaaaak, lu kenapa milih kertas!" Seru Arji.
"Gyaaaaaa, kamu! Kenapa kamu milih kertas?" Seru Luna secara bersamaan dengan Arji.
Melihat Arji dan Luna, Joko pun menyinggung, "Aku bilang juga apa, Ji. Jangan gunain logika, gunain insting."
Miya bertanya kepada Joko, "Memangnya tadi kalian diskusi apa?"
Melihat Miya Joko hanya bilang, "Ada deng. Hehe."
Bimo menenangkan kedua pihak dan berseru kepada setiap pasangan apa yang perlu mereka lakukan dalam lima menit. Setelah itu para pelajar tersebut menjalankan kegiatan sesuai yang tunjuk oleh Bimo. Joko dan Miya pun memulai membuat daftar belanjaan yang perlu dibeli untuk ruang klub mereka.
"Jadi kita beli-beli aja kan?" Tanya Miya kebingungan.
"Haha, kamu masih belum terbiasa dengan Bimo ya? Sini duduk disebelah aku, biar aku jelasin", Joko menawarkan duduk kepada Miya. Mereka pun duduk bersama didepan ruang klub mereka.
"Jadi begini...", Joko ingin memulai penjelasannya tetapi disendat oleh Miya yang memegang tangannya. Joko pun bertanya, "Ada apa Miya?"
Miya berseru, "Boleh kita ganti topik dulu tidak? Sebelum kita ke topik ini."
Dengan suara halus Joko menjawab, "Tentu saja, Miya. Kamu mau ngomongin apa?"
Mendengar jawaban Joko, hati Miya berdebar-debar dan ia pun menjawab, "Ini soal semua situasi ini."
Joko mnedengung, "Hm?"
"Aku sudah memikirkannya dengan baik-baik selama seminggu ini dan aku berpikir, aku memang salah. Entah... entah mengapa aku mengatakan itu pertama kali kita bertemu. Aku membuat... semuanya jadi kacau...", Miya mengeluarkan isi hatinya dengan penuh.
Joko dengan lembut menghelus kepala Miya dan menjawab, "Miya. Kita berada disini bersama-sama, kamu nggak sendirian kok. Yang penting tuh kamu tanggung jawab atas kesalahanmu. Kalau nggak kuat, kan kamu punya temanmu."
"Itu dia maksudku", Miya berseru dengan suara keras.
Joko melepaskan tangannya karena kaget, ia bertanya, "Maksudnya?"
Miya mulai menangis dan berseru, "Kamu yang bilang sendiri Joko, kita tidak bisa menjauhi rumor ini. Kemana kita pergi, rumor itu pun mengikuti. Seperti hantu gentayangan dan aku merasa bersalah dengan Luna dan Ruko. Karena aku, mereka ikut terseret dengan masalah yang kubuat."
Joko pun berseru dipikirannya, Ah Miya tipe orang yang suka berpikiran negatif ya. Aku salah membuat kalimat untuk berdebat dengan Luna waktu itu. Aku perlu menyelesaikan masalah ini dulu. Kalau tidak sekarang, dia tidak akan merasa tenang.
"Miya!" Joko memanggil nama Miya dengan lembut.
Miya mengangkat kepalanya dan menghadap ke Joko.
Joko pun berseru, "Bagaimana kalau kita jalan-jalan dulu. Keliling lantai empat."
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Miya dan Joko menghabiskan 5 samapi 10 menit mereka berjalan mengelilingi lantai empat. Miya sangat antusias mengelilinginya, ia berseru, "Wow, ternyata bener ya, lantai empat memiliki dasar yang lebih besar dari lantai tiga. Tapakan sebelum menuju toilet di lantai ini sangatlah luas."
Joko hanya bisa tersenyum dan mengamati Miya yang ceria.
Miya berhadapan dengan Joko, dan Joko pun berseru, "Bagaimana sudah tenang?"
Mendengar itu, MIya langsung mengerut dan berseru, "Aku belum bisa tenang."
Dipikiran Joko, ia menyimpulkan, Dia orang yang nggak gampang melupakan masalah lama.
Joko pun berseru, "Bagaimana kalau kita main gim?"
Miya membuka matanya lebar, dan Joko melanjutkan, "Kita sedang berada di lantai empat kan? Dan sudah pasti lingkungan mereka berbeda dengan lantai tiga, jadi bagaimana kalau kita menganalisis setiap kelas di lantai ini dan membuat daftar apa saja yang memiliki kesamaan."
Miya tidak mengerti tapi ia tetap semangat dan berseru, "Oh boleh."
Saat Miya menjawab itu, Joko berpikir, Dia gampang terpengaruh.
"Mainnya bagaimana?" Tanya Miya.
"Tunggu", seru Joko sambil tangannya di angkat setara dengan muka, "Pertama-tama, aku ingin kamu sadar dulu."
"Huh?" Miya memiringkan kepalanya sedikit.
"Kita tidak sedang bermain seperti halnya berkompetisi", jawab Joko setelah amnurunkan tangannya.
"Maksudmu?" Tanya Miya setelah kepalanya kembali lurus.
"Kita hanya akan bermain layaknya berbagi makanan", seru Joko sambil tersenyum.
Miya melihat keatas dan menaru jari telunjuk kirinya ke dagunya, "Berbagi... makanan."
Joko menjawab, "Iya. Kamu bakal ngerti kok. Sini aku jelasin."
Joko menjelaskan permainannya, dan melakukannya secara bersamaan. Tanpa tidak sadar, Miya pun juga melakukannya. Daftar yang ingin dibeli pun tertulis penuh setelah beberapa menit.
"Bagaimana Miya?" Tanya Joko.
Miya berseru dengan gelisah, "Joko. Aku sepertinya mengerti apa yang kamu lakukan."
Joko terkaget dan bertanya, "Iya?"
Miya menjawab, "Kamu ingin mengalihkan pikiranku dari apa yang aku tanya kan?"
Dipikiran Joko, berseru, Ah tapi cepat nalar. Dia anak yang pintar.
Joko pun berseru, "Aduh. Ketauan ya."
Miya menjawab, "Kenapa? Kenapa kamu melakukan itu?"
Joko menenangkan Miya dengan menepuk kepala Miya dan berseru, "Tadi kamu terlihat senang kan?"
Hati Miya berdebar-debar dan Joko melanjutkan kalimatnya, "Miya, kamu terlalu memikirkan masalah yang sudah terjadi. Kamu sedang stress. Jangan jadikan pikiran itu berulah padamu. Aku melakukan ini agar kamu bisa tenang dan berpikir jernih. Apa yang kamu pikirkan itu bisa menjadi racun kalau dipikirkan terus tanpa jawaban. Kamu menyalahkan dirimu sendiri dan sekarang kesalahan itu menghantuimu. Jadi tolong, demi dirimu sendiri jangan terlalu pikirkan masalah itu lagi ya."
Hati Miya berdebar lebih keras dan ia pun menjawab, "Joko. Kamu..." sebelum ia melanjutkan Miya memegang tangannya dan menarunya di dadanya, "Kamu lakukan apa dengan aku."
Joko tersenuym dan mengelus kepala Miya, "Aku hanya membantumu menenagkan pikiranmu."
Hati Miya tidak bisa berhenti berdebar dan ia pun berseru kembali, "Sepertinya, aku sudah bisa tenang. Terima kasih, Joko."
Joko kembali berpikir, Aku senang bisa membantumu Miya. Sisanya aku serahkan kepada dirimu sendiri. Jangan biarkan pikiran buruk itu menghantuimu.
Tetapi Joko berseru, "Sama-sama."
Mereka berdua pun kembali ke depan ruang klub mereka, dan disana mereka bertemu Bimo dan Ruko yang ingin berjalan menuju ruang gudang barang lama. Ruko menyapa, "Cie-cie, mesra-mesraan dan bolos pekerjaan."
Muka Miya langsung merah. Ia menghapiri Ruko dan memukul pelan Ruko sambil berseru, "Ihhh, Ruko. Apaan sih?"
Bimo berseru kepada Joko, "Aman kan, bro?"
"Aman kok", jawab Joko sambil menampilkan daftarnya.
"Good, mantap", balas Bimo sambil memberi Jempol.
"Ruko, ayo! Jangan menghabiskan banyak waktu", seru Bimo sambil menarik tangan Ruko.
"Iya, iya. Dan tolong lah jangan tarik-tarik seperti itu, kasian tau tangan aku", seru Ruko yang sedang ditarik paksa.
"Kamu nggak usah besar-besarin perkara lah. Tadi kamu bisa ngangkat meja sendiri", seru Bimo sambil melihat Ruko.
Ruko tidak membalas tetapi hanya bisa cemberut.
Setelah kejadian itu, Joko bertanya kepada, "Miya, kamu udah siap jalan ke swalayan?"
Miya menjawab, "Iya aku siap."
Dengan tersenyum lebar Joko membalas, "Ok, aku ambil kunci ganda dan jaketku dulu. Kita akan menempuh perjalanan dengan sepedaku."
Miya dan Joko pun bersiap-siap menempuh perjalanan ke swalayan.
Stat revealed:
Miya's weakness: Overthinking Negative Things (Kebanyakan Negatif Thinking)
Skill revealed:
Joko: Deep Thought Analyser (Analisator Pikiran Mendalam)
Seseorang dapat diteraba hatinya dan perilakunya dengan skill ini. Mereka yang menggunakan skill ini akan membuat hati orang yang menerima tegurannya berdebar.
Please log in to leave a comment.