Chapter 23:
The Triple Date
"Apa sih? Kamu mau apa dengan aku, peasent?" seru Sijay.
Saat mendengar itu, Arji berbisik dengan Miya, "Dengerkan? Dari Selesa lalu dia selalu memanggilku dengan nama itu. Lu mungkin nggak tau, tapi ini bikin gua kesel banget. Apa lagi pas kita berdua kerja kelompok."
Miya dengan murung membalas bisik Arji, "Kamu nggak bisa tahan?"
Arji menjawabnya dengan berbisik kembali, "Ego gua terlalu tinggi, Miya. Lu kira berapa kali gua harus tahan diri sebelum guia pukul kepala nih anak."
"Hey, jawablah, peasent. Ngapain kamu kesini bersama princess Anermia?"
Sebelum Arji menjawab, Miya menjawab duluan, "Christoper, tolong jangan panggil aku putri bangsawan. Semua cewe denger gitu tuh jijik."
Sijay bergaya dengan menaruh tangan kanannya di jidatnya, tangan kirinya di dadanya, dan melakukan limbo.
Kedua pelajar tersebut, langsung merasa merinding dan jijik melihat tingkahnya.
Sijak kembali ke posisi awal dan berseru, "Oh Anermia, mengapa kamu begitu kejam denganku, aku tidak pernah menyakitimu."
Sijay mendekati Miya, tetapi sebelum Arji menahannya, Miya menapar Sijay duluan.
Arji menahan tawanya, Miya pun berseru, "Justru inilah yang membuatku sakit. Kamu udah lebih baik jadi dirimu sendiri. Kamu berubah sejak Luna berseru aneh padamu, dan sekarang sebagai temen Luna, aku minta kamu kembali jadi anak wibu biasa lagi!"
Mendengar itu, Sijay membatu dengan memegang wajahnya yang tertampar.
Arji berseru, "Ehh, ini bukan rencana gua tapi menurut gua ini lebih baik."
Sijay masih terbungkam dan berlari ke arah toilet.
Arji berseru kepada Miya, "Aku tidak menyangka..."
Sebelum selesai berbicara, Miya menyela, "Oh astaga, ini pertama kalinya aku tegas dengan orang lain. Oh tuhan", Miya memutar badannya untuk menatap Arji, "Apa aku baru saja keterlaluan?"
Arji menjawab, "Gua... nggak bisa jawab kalau itu."
Arji dan Miya pun berjalan ke lantai empat untuk kembali ke ruang klub mereka. Selama perjalanan, Miya pun berseru, "Arji... apakah aku ini... cewe yang baik?"
Arji terkejut dari seruan Miya, ia hanya bisa menjawab, "Jujur saya, Miya. Aku masih belom terlalu paham sama elu. Jadi yang bisa gua sampaiin sekarang itu, elu cewe yang gampang diajak bicara. Baik atau nggaknya itu belum terlalu kelihatan."
"Kamu serius?"
"Yup. Sejak kapan gua bo'ong?"
Miya pun berjalan sambil menundukan kepala, lalu ia berseru, "Entah kenapa barusan itu sangat aneh. Aku merasa seperti aku bukanlah diriku. Yang tadi seperti ada sesuatu yang mendorongku untuk bilang itu."
Arji menaikan alis kanannya, "Huh? Kok bisa?"
Miya tidak berseru apa-apa selama 1 menit penuh. Lalu setelah itu dia berhenti, berputar, dan berkata, "Arji, mungkin ini pertanda aku bisa jadi wanita yang gagah! Aku tidak pernah bisa melawan... permintaan atau pernyataan orang. Aku... yang biasa pasti hanya bisa mengikuti arus dan berpikir hal-hal yang buruk. Dari dulu... hmm hmm bukan, sejak aku bersama Luna aku selalu bersikap tertutup dan membiarkan Luna, Ruko atau siapa pun itu menentukan jalanku. Tetapi yang tadi... yang tadi itu... karena... aku..."
Sebelum Miya mengeluarkan air mata, Arji mendekat dan memberikan Miya tepukan yang hangat. Ia pun berseru dengan lembut, "Udah cukup, kamu sudah tumbuh besar Miya. Orang lain seperti aku pasti akan bangga dengan pertumbuhanmu."
Miya menerima tepukan itu dan mengusap matanya, tetapi Miya membalas Arji dengan berkata, "Kamu? Aku?"
Arji menghentikan tidakannya dan membersihkan tenggorokannya. Ia berseru, "Lu nggak denger apa-apa."
Miya tertawa dan berseru, "Hehehe, jarang-jarang aku melihatmu malu seperti itu."
Arji tersenyum dan berseru, "Sudahlah, ayo kita balik. Oh dan yang tadi itu, terima kasih ya. Gua kira gua bisa melakukan sesuatu yang lain daripada yang barusan. Ternyata lu yang ngurus semuanya."
Lalu Miya bertanya, "Memang rencana awalnya apa?"
Arji mengeluarkan sesuatu dari kantongnya dan itu membuat Miya berteriak, "Kyaaa, kenapa kamu bawa-bawa binatang gituan ke sekolah Arji."
"Huh? Ini laba-laba mainan, Miya. Nih, lihat."
"Uwaaa, jangan deket-dekat."
Sementara itu, diruang klub Trismara.
"Weh, gile. Dari hitam putih jadi berwarna gitu!" Seru Ruko.
Bimo dan Luna datang menghampiri Ruko, dan Joko. Bimo berseru, "Itulah Joko. Orang yang paling bisa diandalin."
Luna berseru, "Setelah selesai memperbaiki TV, bisakah kamu bawa ke bagianmu di ruangan ini?"
Joko berseru, "Waduh, kalau itu aku nggak bisa ya, aku perlu minta Arji. Aku kurang kuat ngangkat..."
Ruko dengan cepat berseru, "Hah! Kamu pikir hanya Arji yang kuat?"
Ruko pun pamer kekuatannya dengan mengangkat TV kepada ketiga temannya.
Joko berdiri dan berseru, "Weh, mantap. Kamu kuat juga ya."
Bimo berseru, "Dan juga gercep. Aku menyaksikan ia merapihkan ruangan ini minggu lalu dan aku terkesan akan kerjanya."
Ruko senang mendengar itu, mukanya pun memerah dan ia berseru, "Te... terima kasih."
Momen itu pun tersela saat Miya masuk dengan berteriak, "Uwaaaa, Arji stop! Aku nggak berani sama yang kaya gituan. Keeeee." Ia pun bersembunyi di belakang Luna.
Luna menatap fokus Miya dan berseru, "Kenapa? Arji apain kamu?"
Miya menunjuk kearah Arji dan semuanya pun menatapnya yang sedang memegang laba-laba mainan.
Bimo, Joko, dan Ruko tidak bergerak dari tempatnya berdiri, sedangkan Miya dan Luna saling berpelukan ketakutan. Luna berteriak, "ARJI! BRENGSEK LU YA! BUANG NGGAK ITU LABA-LABA."
Arji dengan santainya menaruh mainan laba-laba itu kembali ke kantongnya. Lalu ia berkata, "Maap sih, gua kan cuman bercanda."
Dengan tegas, Luna melepas pelukan Miya dan berjalan cepat menuju Arji. Tanpa mikir dua kali, Luna meng-uppercut Arji, dan berteriak, "MAKAN TUH BERCANDA!"
Ruko hanya dapat menatap adegan itu dengan shock, sedangkan Joko dan Bimo berseru dengan timing yang bersamaan, "Idiot."
Arji yang berbaring dilantai berseru, "Anjirlah, ini seharusnya buat Sijay. Malah gua yang kena."
Luna terkejut atas pernyataan Arji. Sebelum dia bisa bertanya pada Arji, Arji sudah terlanjur pingsan. Maka dari itu, Luna langsung bertatapan dengan Miya dan bertanya, "Kalian barusan ngapain aja?"
Miya tidak bisa menjawab, bergeming, dan berkeringat. Luna mengulang perkataannya dengan tegas, "Miy? Arji maksa kamu ngapain?"
Ketiga yang lainnya hanya bisa menonton adegan itu, bahkan Joko tidak paham situasinya. Saat Bimo bertanya kepadanya dengan berbisik, "Jo, mereka ada apa? Kok Miya kayak gitu?", Joko hanya bisa menjawab dengan bisikan, "Aku tidak paham situsinya."
Miya akhirnya menjawab, "Ka... kami berdua hanya bertukar cakap dengan Sijay. Kami... hanya... meluruskan masalah yang waktu itu."
Luna percaya pada Miya dan tidak bertanya panjang lebar, kecuali, "Lalu laba-labanya buat apa?"
Miya berseru, "Oh itu. Tadinya... Arji pengen... nge-prank Sijay, tapi kita berdua mengakhirinya hanya dengan... percakapan."
Bimo dan Joko merasa tegang maka dari itu mereka berbisik dengan Ruko, bertanya, "Mereka berdua selalu begini?"
Dan Ruko tidak menjawab tetapi hanya menganggukan kepala dengan rawut wajah yang sedih.
Joko pun berseru dihatinya, Hmm... ada yang nggak beres dengan mereka berdua. Kenapa ya?
Hari kedua klub Trismara berakhir canggung antara Miya, Luna, dan Arji. Terutama Arji yang bahkan tidak bisa menatap dan bercakap dengan Luna dan Miya. Semua murid-murid yang mengikuti kegiatan klub pulang satu-satu, termasuk Klub Trismara. Bimo, Joko, Miya dan Ruko sudah pergi pulang meninggalkan Luna dan Arji.
Luna menghampiri Arji yang berada di parkiran motor dan berseru, "Hey! Lain kali, tau diri! Lu tuh nggak ada otorisasi kehidupannya Miya. Seneng-seneng ya seneng-seneng aja, nggak usah mencampuri urusan lu sama dia. Ngerti lu, Arji!"
Arji tidak menjawab dan segera pergi dengan sepedanya meninggalkan Luna sendirian diparkiran itu. Luna pun bermonolog, "Awas lu, Ji. Kalau sampe Miya berubah sikap, gua hajar lu. Dan gua nggak bakal pikir dua kali buat lakuin itu."
Knowledge Unlocked:
Ruko, Bimo, Joko, and Arji aren't afraid of insects and bugs. Miya and Luna are afraid of them.
Mystery discovered:
Friendship of Miya and Luna (?)
Please sign in to leave a comment.