Chapter 46:
The Triple Date
"Wow, Joko! Aku nggak nyangka kamu jago basket. Pertama kalinya aku liat bisa dapet hi score tinggi banget dari best score", seru Ruko yang terpukau akan pencapaian Joko.
"Kalau game kaya gini sudah biasa Ruko. Kalo asli mah aku nggak jago-jago banget. Yang gitu-gitu lebih ke Arji."
Saat berseru seperti itu, Ruko teringat saat Arji menantang Sijay dan mengakhiri pertarungannya dengan memeluknya bersama Luna dan Miya. Ruko pun berseru, "Bau pesing."
"Huh?" Joko terkejut dengan balasan Ruko membuatnya tidak fokus dan lempar akhir dari gamenya meleset.
"Uwaaa, maaf Joko! Aku nggak sengaja memikirkan yang nggak-nggak. Ini semua karena si kampret, Arji itu! Berani-beraninya dia muncul di kepalaku dan memberikan ingatan buruk!"
Joko menaruh tanganya ke kepala Ruko dan mengusapnya dengan lembut. Jok pun berseru, "Nggak apa-apa kok, Ruko. Aku masih bisa melakukannya lagi lain kali."
Ruko merasa bersalah dan tetap berseru, "Yaa... aku masih merasa bersalah, jadi maafkanlah aku."
Joko membalas, "Maafmu diterima!"
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
"Bim... kamu?" Luna berseru dengan wajah yang khawatir, melihat Bimo yang berada dalam rentetan.
Bimo berseru, "Belom cukup, Luna! Satu atau dua saja itu belom cukup! Ini belom seberapa dengan hasil kerja kerasmu mengajariku berenang!"
Luna melihat sekeliling karena malu, "Bimo! Nggak usah gitu ah! Banyak orang disini!"
Bimo mengacangi Luna dan terus berseru, "Aku padamu Luna! Aku berhasil mendapatkannya lagi!"
Bimo memberikan boneka berbentu jerapa kepada Luna.
"Bimo! Sudah cukup, kita nggak bisa bawa pulang semua ini nanti!"
Bimo lari ke mesin berikutnya mebuat Luna berteriak, "BIMO! STOP!"
Sesaat Luna sampai di mesin berikutnya, Bimo sudah mendapatkan boneka berikutnya. Dia pun memberikan boneka Pikachuu kepada Luna dan berkata, "Belom! Belom cukup!"
"BIIIIIMOOOO! AKU MALU BAWA BANYAK BONEKA BEGINI!"
Semua orang menatap mereka kebingungan.
Muka Luna memerah dan berteriak sekali lagi, "BIMO! STOP! INI UDAH KETERLALUAN!"
Bimo memberikan boneka yang lain lagi, sekarang ia memberikan boneka Greymon, "Hmm... Mungkin beberapa lagi."
"BIIIIIMMOOOOOO!"
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Arji dan Miyaberputar-putar gedung Arcade World dan sudah memainkan banyak mesin setidaknya sekali. Miya dan Arji berhenti tepat di pintu masuk bagian selatan dari gedung dan Miya pun berseru pada Arji, "Arji... Aku tahu kalau aku membuat hatimu kacau saat kita berkencan, tapi aku nggak mencoba untuk serius dengan hubungan ini. Aku... masih..."
Arji menatap muka Miya yang terlihat berkilauan di hadapan Arji, "Ehm... aku... maksudnya, gua... Gua cuman ingin memastikan saja Miya, karena gua punya motto... Jujur itu jalan kehidupan... Ibu gua selalu mengingatkan, apa pun maslahnya, apa pun akibatnya, atau apa pun sebabnya... setidaknya gua jujur, maka dunia menjadi sedikit lebih baik."
Miya melihat Arji bersinar di matanya karena sinar matahari siang menyinari mereka berdua. Miya tidak dapat berseru membuat Arji melanjutkan, "Aku... Gua nggak mau kita berdua salah sangka akan perasaan gua. Kalo bisa langsung aja bahas."
Miya pun menangis dan Arji yang melihat itu berseru, "Miya?"
"Arji... kamu itu... baik banget sih?" Miya terjatuh dan duduk dilantai dengan kaki yang berbentuk T. Miya melanjutkan seruannya, "Aku... nggak pernah bisa berkata jujur kepada banyak orang... karena aku takut! Aku takut menyakiti mereka..."
Arji langsung mendekati Miya yang terjatuh.
Miya melanjutkan, "Aku... Aku... Takut, Arji... Aku takut!"
Arji memeluk Miya dan mengusap kepalanya, Miya menambahkan, "Bahkan kemarin... Aku tidak bisa meraih Jasmine yang perlu bantuan. Aku tidak dapat mengerti perasaannya. Kelihatan sekali kalau dia perlu bantuan... namun... aku... aku..."
Arji berseru, "Sudah. Sudah. Cup! Kamu sudah melakukan yang terbaik. Urusan Jasmine, kami saja yang urus."
Miya mendorong Arji dari pelukannya, "Huh? Kami?"
"Bimo tanya ke orang yang bersama Jasmine kemarin. Kami bertiga akan mencoba membantunya, jadi kamu tidak perlu khawatir. Dia itu salah satu, teman dekatmu kan?"
Miya teringat akan perkataannya saat sebelum berangkat kencan pada hari dimana mereka pergi ke Matahari Mall. Miya berseru, "Dia... Jasmine hanya teman biasaku."
"Hmm...?"
"Luna dan Ruko, teman dekatku. Jasmine hanya teman biasaku."
Di benak Arji, ia berpikir, Bener apa yang dibilang, Joko. Miya nggak berani ngomong temen atau sahabat dengan Luna dan Ruko. Dia kenapa ya?
"Lagi pula, bagaimana kamu, Bimo dan Joko bisa membantunya? Jasmine kan nggak deket sama kalian."
Dengan cepat Arji menjawab, "Festival!"
"Huh?"
"Kami sudah merencanakan untuk membantunya pas festival sekolah mulai! Kamu duduk saja dan lihat kami beraksi, okay?"
Melihat Arji yang tersenyum lebar, Miya membayangkan Ajri seperti pahlawan. Dia tidak dapat berhenti berpikir betapa kerennya Arji disaat itu. Arji pun berdiri dan memberikan tangannya sambil berseru, "Kalau sudah cengengnya, ayo berdiri. Nanti kamu masuk angin loh!"
Miya menerima tangan Arji dan ia pun ditarik Arji dengan lembut untuk berdiri. Setelah kejadian itu, Bimo dan Luna melihat mereka dan menyapa, seru Luna, "Arji! Miya! Udah selesai kalian?"
Sedangkan Bimo, "Yoo, gimana kencan kalian? Kita bakal kumpul lagi nih! Dikit lagi jam makan siang!"
Arji menatap Bimo dengan kebingungan, ia pun berseru, "Woi, koplak! Kenapa itu banyak banget bonekanya? Lu nyuri, Bim?"
Luna membalas, "Nggak lah, bego! Dia maksa buat main semua mesin derek boneka dan entah gimana, nih orang dapet semuanya. Padahal awal-awalnya dia kesusahan."
Bimo membalas, "Itulah yang dimaksud dengan 'Do it more and eventually you can make it'. Makanya aku lakuin terus biar terbiasa dan saat terbiasa, aku bisa dapet sebanyak-banyaknya!"
Luna mendekati Arji dan berbisik kepadanya, "Temenmu aneh banget sih."
Arji dengan lembut berseru, "Biarin aja. Memang gitu sikapnya."
Miya pun ikut berbisik, "Bimo itu kenapa sih, Arji?"
Arji bermuka sedih dan berseru, "Gua yakin dia nggak mau membeberkan rahasianya. Gua sebagai sahabatnya respect dia dan tungguin sampe dia bilang sendiri."
Miya dan Luna bemuka resah mendengar jawaban Arji.
Dan beberapa saat kemudian, mereka pun bertemu dengan Joko dan Ruko.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Setelah makan siang, para laki-laki pergi ke kamar mandi untuk membersihkan tangan mereka. Para perempuan masih berkumpul di meja makan mereka.
Luna berseru, "Satu hari lagi kita akan selesai dengan kegiatan ini. Kalian sudah menulis semua kegiatan seminggu ini kan", kepada Miya dan Ruko.
Ruko berseru, "Iya... sudah."
Seruan Ruko terdengar tidak menjanjikan, maka Luna menekankan sekali lagi, "Ruko? Kamu sudah tulis atau..."
Ruko menyela dan berseru, "Udah! Udah! Serius! NIh!"
Ruko pun memberikan tulisannya yang ia tulis di aplikasi Notepad hapenya.
Luna membalas, "Okay kalau gitu. Miya?"
Miya menjawab, "Tentu aku sudah!"
Dengan senyum lebar, Miya memberikan tulsannya dalam aplikasi yang sama di hapenya.
Luna tersenyum, menghela nafasnya dan berseru, "Hosh, okay. Good. Nanti Bimo tinggal mengumpulkan tulisan kita."
Setelah itu, para laki-laki itu pun kembali.
Joko berseru, "Hey... ehmm... Kami ada urusan penting. Kalian jalan pulang duluan ya. Maafkan kami."
Ketiga perepuan itu terkejut dan menatap Joko dengan bingung.
Miya bertanya, "Kenapa?"
Sebelum Joko menjawab, Bimo menepuk pundak temannya dan berseru, "Luna... Besok kita kencan agak sorean kan?"
Luna menatap jadwal reservasi ruang karaoke di hapenya dan berseru, "Iya! Sekitar jam 5. Ada apa?"
Bimo menjawab, "Adik-adiku sakit. Aku perlu membawa mereka ke rumah sakit besok."
Miya berdiri dan langsung menjawab, "Huh? Adik-adikmu sakit? Kamu punya adik?"
"Iya. Mereka kembar dan sering sakit. Sebagai kakak yang baik, aku perlu berada disamping mereka. Joko dan Arji juga akan membantu, jadi kalian tenang saja."
Sebelum pergi, Miya berseru, "Tunggu! Ini kan masih libur Idul Fitri! Aku bahkan diminta oleh dokter gigi sekolah untuk memeriksa gigiku saat kita kembali masuk sekolah. Bagaimana cara kalian mencari dokter disaat yang genting begini?"
Ketiga laki-laki itu terdiam sejenak, namun Joko pun menjawab, "Kami... akan cari cara. Jadi santai saja."
Luna ingin berseru, namun ia tidak berani berbicara, dan hanya bepikir, Nggak mungkin dia ingin menerima dua pasien atau lebih sekaligus.
Tetapi, Miya berseru, "Jangan begitulah! Kita bisa minta ayahnya Luna!"
Luna dan ketiga laki-laki itu terkejut, Joko berseru, "Luna? Ayahmu dokter?"
Luna dengan kesal berseru, "Tapi aku nggak yakin dia akan menerima pasien tanpa ada surat janji tamu."
Miya langsung menjawab Luna, "LUNA! Kok kamu gitu sih! Adik Bimo sakit loh! Masa kita biarin..."
Luna membalas Miya dengan nada yang lebih keras, "APA SIH, MIYA! Aku bilang kan aku nggak tahu. Kamu tahu sendiri aku nggak deket sama papaku. Gimana dia mau nerima langsung!"
Ketiga laki-laki itu terkejut dengan interaksi Luna dan Miya. Joko melirik ke arah Ruko yang duduk paling ujung. Ia melihat perempuan itu menangis dan menutup mukanya.
Dengan cepat, Joko pun berusaha menenangkan situasi tersebut, "Oke! Oke! Kalian nggak usah repot-repot! Kami serius saat kami bilang akan mencari cara sendiri."
Miya berseru, "Tapi..."
Joko langsung menyela, "Miya lihat Ruko!"
Ruko yang sedang menagis terkejut. Miya dan Luna menatap Ruko membuat mereka terbungkam.
Joko melanjutkan, "Kalian berdua bertengkar dan sekarang lihatlah apa jadinya? Tidak sadar dengan teman sendiri yang sedang menangis."
Miya dan Luna yang cemas pun berseru secara bersamaan, "Ruko?"
Ruko hanya bisa terdiam dan membuang muka.
Joko menambahkan, "Sudah ya! Kalian uruslah urusan kalian sendiri! Besok kita ketemuan. Urusan kami, kami yang urus sendiri. Dan Miya..."
MIya menatap Joko, Joko pun berseru dengan penuh hasrat kepercayaan, "Jangan cemas! Kami akan baik-baik saja!"
Dalam sekejap, mata Miya berkilau dan hati Miya pun berdebar kencang.
Joko menutupnya dengan berseru, "Sampai jumpa besok."
Knowledge unlocked:
Bimo's younger siblings easily get ill.
Luna's dad is a doctor.
Please sign in to leave a comment.