Chapter 47:
The Triple Date
"Kakak?" seru salah satu adik Bimo yang sedang tertidur di ranjang, meraih tangan kakaknya.
"Bella? Kamu udah enakan?" Tanya Bimo menerima tangan adiknya.
"Iya kak. Beni gimana?"
Bimo menatap Arji dan Joko yang berada diranjang sebelahnya. Arji memberikan jempol.
"Tenang saja, dek. Beni nggak apa-apa."
"Maafkan aku, kak. Kencan kakak jadi batal hari ini."
"Apa maksudmu? Kalian lebih penting dari pada kencan kakak. Kalian harus segera pulih! Aku dan kakak yang lain bakal membuat kalian lebih sehat. Tenang sa..."
Bella membantah dan melepaskan tangannya dari Bimo, "Nggak! Kakak selalu bekerja keras buat aku dan Beni. Kakak berhak dapet hari libur! Kakak pergi saja dan serahkan tugas ini kepada Bunda Filda atau Nadia."
Menatap Bella yang sedih, Bimo hanya bisa berseru, "Oke... kakak akan usahakan kakak bersenang-senang hari ini."
Bella kebingungan setealh melihat jam dinding yang menandakan pukul dua belas siang, "Ini sudah siang kak. Bukankah kencan kakak selalu pagi?"
Bimo mengusap rambut Bella yang panjangnya hingga ke tangan dan berseru, "Hari ini kakak kencan agak sore. Jadi kakak ada waktu untuk mengurusimu dan Beni."
Bella menengok untuk melihat Beni yang tidur di ranjang sebelahnya bersama dengan Arji dan Joko yang sedang menenangkannya.
"Kak Mando dan Kak Jawer kenapa kesini juga?"
"Tentu saja mereka khawatir, gimana sih?"
Setelah itu, ketiga laki-laki itu mengurusi adik Bimo, seperti memberi mereka makanan, minuman dan obat, hingga mereka tertidur kembali.
Arji berseru, "Cuy. Emak gua kirim pesen kalo bapak gua pergi dari rumah sakit lagi."
Bimo berseru secara cepat, "Jam satu sampe dua kan?"
Arji mengangguk dan Bimo berseru, "Ok! Hati-hati saja dijalan. Jangan sampai nabrak saat ngebut."
Tanpa basa-basi lagi, Arji meluncur keluar dari rumah Bimo, mengambil sepedanya, dan mengowes dengan cepat.
Joko berseru dengan resah, "Urusan kita bener-bener melelahkan ya."
Bimo pun membalas dengan resahnya juga, "... Inilah kenapa kita mengadakan eksperimen ini kan."
Mereka berdua terdiam sejenak dan Bimo pun berseru, "Hey, Joko!"
Joko menatap Bimo dengan serius, Bimo melanjutkan, "Sekali lagi... Maaf ya. Aku memaksamu melakukannya. Aku tahu kamu dan Arji nggak setuju, tapi aku perlu banget ini."
Joko berseru, "Nggak apa-apa, Bim. Ini juga bagus untuk kita bertiga dan mereka. Aku yakin..."
Kedua laki-laki itu menatap ke depan rumah melihat pepohonan dan jalanan yang dikerumuni banyak kendaraan seperti mobil dan motor. Joko menyelesaikan seruannya, "... Kita berenam bisa mencari jawaban dari masalah kita masing-masing."
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Pukul 15.00
Di Rumah Ruko
"Mah...", seru Ruko kepada ibunya.
Ibu Ruko menjawab, "Iya, nak?"
Ruko mengamati berita pada TV dan bertanya, "Ayah nggak pulang-pulang?"
Ibu Ruko terdiam, membuat Ruko berseru kembali, "Kalau kakak gimana?"
Ibu Ruko tetap bungkam, membuat Ruko kesal, "Di berita bilang, kalau papa, kak Ribka, dan Pangkas bakal ikutan ASEAN games."
Tidak dapat membalas, Ibu Ruko hanya bisa terbungkam sambil membuat lauk-pauk.
"MAH...!" Ruko ingin berteriak, namun melihat ibunya yang bersedih. Ia pun tidak jadi membantah ibunya.
Kejadian itu pun mengingatkannya tentang kejadian kemarin, Aku... Tidak seharusnya menangis... Kenapa... Aku nangis ya?
Di Rumah Miya
"Iihh, anak perempuanku ini sangat bersemangat sekali sih, minggu ini", seru Manes sambil mencubit pipi anak perempuannya yang sedang berdandan.
"Iihh, Mama! Ngapain sih, dikamar Miya? Aku malu atuh."
"Ibu seneng aja, kamu punya cowo."
"Kami nggak pacaran mah!"
"Masa sih? Nggak mungkin ah!"
Manes menggoda anaknya sendiri hingga akhirnya Miya pun membentak, "MAAAH serius ah! Mama kenapa sih? Godain aku melulu! Malu tau! Sebagai mantan artis mama nggak ada rasa malu apa ya?"
Manes terkejut dengan bentakan Miya, ia langsung terbungkam.
Miya pun melanjutkan, "Aku, Luna, dan Ruko cuman teman se-klub dengan ketiga cowo itu! Mereka yang ngajak karena untuk membentuk klub itu harus setidaknya lima orang."
Manes menjawab, "Oh... Gitu..."
Namun dibenaknya ia berseru, Miya membentakku? Ini pertama kalinya. Salah satu dari cowo itu membawa pengaruh buruk kah ke anakku? Kalau ketemuan lagi harus banget diintrogasi nih.
Di Rumah Luna
"Luna!" panggil Ayah Luna kepada anaknya yang berada di ruang keluarga sedang menonton.
"Kenapa?" jawab Luna dengan nada yang bermalasan.
"Kemaren... kamu beli boneka?" Saat ditanya itu, muka Luna langsung merah.
Ayahnya pun melanjutkan, "Papa baru tahu kalau kamu suka boneka. Sampai banyak banget yang dibeli."
Luna dengan cepat menatap Ayahnya dan berteriak, "Kok Papa tahu?"
Ayahnya berseru, "Kan Papa pasang CCTV. Gimana sih?"
Luna kembali menatap televisi dan menutup mukanya.
Dengan santai, Ayahnya berseru, "Kalo kamu suka boneka seharusnya kamu ngomong atuh ke papa. Papa bakal beliin kok. Kayaknya malu banget?"
Masih menutup mukanya, Luna menjawab, "Itu bukan dibeli pah. Dikasih sama temen cowo ku. Dia berterima kasih karena udah ngajarin dia..."
Ayahnya terkejut dan bertanya, "Cowo?"
Luna lupa bahwa dia hampir membocorkan rahasia lagi, namun dia berkomitmen untuk tidak bohong tentang ini, "Iya. Aku ajarin dia hal yang baru, dia beliin aku boneka."
Ayahnya pun berseru, "Kamu nggak di apa-apain kan?"
Luna menjawab, "Papa lebih mentingin aku dari pada mama?"
Ayahnya pun menjawab, "Luna... Kamu belom ngerti..."
Luna menyela dan berseru, "Aku udah umur enam belas pah. Aku ngerti kalau papa nggak berani menahan ibu sebelum dia di bawa cowo lain."
"Luna... kamu..."
"Papa juga nggak tahan kakak buat nggak ikutan mama."
Ayahnya berpikir untuk tidak membalasnya dan membiarkan marahnya meluap.
"Papa yang nggak becus. Saat tinggal aku saja yang tinggal sama papa, malah baru peduli. Nggak kasihan apa sama mama dan kakak."
Disaat itu juga ayahnya berseru sebelum berjalan naik ke ruangannya, "Papa tidak bisa... dan papa nggak mau kamu kecewa."
Perbincangan itu pun usai disaat ayah Luna beranjak ke lantai atas.
Luna berpikir, Kecewa? Aku sudah kecewa sejak awal ibu dan kakak pergi dari rumah.
Pukul 16:00
Di Rumah Bimo
"Terima kasih yah, Bunda sudah ingin datang disaat hari libur ini. Apalagi disaat Bunda Nadia lagi sibuk", seru Bimo berterima kasih pada Bunda Filda.
"Aduh nak. Sudah bunda bilangin, nggak apa-apa. Bunda juga akan sedih melihat adik-adikmu sakit begini.
"Atuh saya juga nggak enak, Bunda. Ini waktu bersama keluarga, tapi saya malah minta bunda ke sini."
"Beni dan Bella sudah seperti anak bunda juga. Bunda lebih ingin adek Bimo dapet waktu luang untuk fokus yang lain."
Bimo membatu dan melihat ke lantai.
Bunda Filda pun melanjutkan, "Jam lima kan? Itu! Jamnya mengarah ke pukul lima sore. Kamu nggak siap-siap?"
Bimo melihat jam dindingnya dan berseru. "Ah! Bunda benar. Kalau begitu saya serahkan semua di rumah kepada bunda ya."
"Kamu juga hati-hati di jalan bersama yang lain ya", seru Bunda Filda sambil melambaikan tangannya.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Pukul lima sore pun tiba, ketiga laki-laki sudah berada di booth yang berbeda masing-masing. Mereka hanya tinggal menunggu ketiga perempuan itu untuk memilih booth yang mereka ingin masuki.
Booth pertama dibuka.
"Yo!"
"Hmm?"
"Ketemuan lagi kita."
"Huff... Berisik kamu, Narsis."
Booth kedua dibuka.
"Hey?"
"Uwaaa, Bimo! Kita berpasangan lagi."
"Iya. Hehehe. Bagaimana perasaanmu hari ini, Miya?"
"Aku baik. Kamu dan adik-adikmu?"
"Sudah beres. Mereka dirumah sehat dan aman."
Booth ketiga dibuka.
"Hai!"
"Hmm? Oh... Joko."
"Kamu kenapa, Ruko? Kok nggak semangat?"
"Joko... Aku... mau... curhat. Sebelum kita nyanyi-nyanyi bareng."
Knowledge unlocked:
Beni Putra Harnanjaya - Beni
Bella Putri Harnanjaya - Bella
Nadiari Ningsih - Bunda Nadia
Fildasina Jasaparta - Bunda Filda
Ribas Kanggu Kamala - Ribka
Panji Tangkas Kamala - Pangkas
Please sign in to leave a comment.